7 Mei 2020

Mengenal Domba Garut, Sejarah dan Telaah Ilmiah

Tafshare.com - Bagi pelaku ternak domba tentunya sudah tidak asing dengan domba garut. Domba yang sering dilombakan dalam adu ketangkasan ini memang cukup diminati oleh masyarakat. Bukan hanya karena ketangkasan domba, namun juga untuk konsumsi. Domba garut yang umumnya ditemukan di daerah jawa barat sudah mulai dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia. Meski demikian, tidak banyak yang mengetahui asal mula hadirnya domba garut. Baca Juga: Anak Gembala, Platform Menarik untuk Edukasi Seputar Peternakan
Domba Garut, sumberdaya genetik yang perlu dilestarikan (Sumber: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian)
Dijelaskan dalam sebuah artikel dengan judul "Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Domba di Indonesia" oleh Merkens dan Soemirat  yang kemudian dimuat dalam sebuah buku berjudul "Domba dan Kambing" menceritakan bahwa ketika tahun 1864 pemerintah Hindia Belanda membawa beberapa ekor domba berjenis merino. Kemudian 1869 domba merino tersebut dibawa ke Garut, Jawa Barat. Selanjutnya secara bertahap disebarkan ke berbagai wilayah seperti Sumedang dan Bandung. Setelah itu, pemeliharaan domba berjalan seperti biasanya. Namun sebagaimana peternak pada umumnya, perkawinan domba dilakukan demi mendapatkan domba tambahan sebagai hasil produksi. Perkawinan silang  tanpa rencana dengan domba lokal ini berlangsung terus menerus dari daerah Cibuluh dan Wanareja Kabupaten Garut. Perkawinan silang tanpa arah dan prosedur yang jelas ini rupanya menghasilkan satu sumberdaya genetik khas dari domba yang memiliki kombinasi telinga rumpung berukuran kurang dari 4 centimeter atau berukuran 4 - 8 centimeter dengan bentuk menyerupai daun kacang gude. Domba garut juga memiliki ekor seperti ekor tikus atau ekor babi hutan dengan warna wol dibagian wajah dominan hitam. Baca Juga: Sejarah dan Peranan PT Indmira di Dunia Pertanian Agrokomplek

Pada awalnya domba garut ini memiliki sifat yang cukup agresif. Sehingga pada rentang tahun 1905 - 1970 domba ini menjadi domba aduan dan dikenal dengan adu domba. Namun kemudian istilah adu domba diubah menjadi adu ketangkasan demi memperhalus rasa bahasa yang digunakan. Selain itu, kriteria dari perlombaan adu ketangkasan ini juga berubah selain kuat untuk di adu, kriteria lainnya ialah memiliki postur yang bagus, warna dan corak yang indah. Berkembangnya zaman, domba yang kita kenal sekarang ini biasanya selain sebagai domba ketangkasan juga menjadi domba konsumsi atau pedaging. Penelitian terhadap domba garut hingga kini terus berlanjut sebagaimana misalnya penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Ternak berkolaborasi dengan Small Ruminant Collaborative Research System Program yang telah berlangsung sejak tahun 1984-1994. Kolaborasi penelitian tersebut meneliti domba lokal ekor tipis termasuk domba garut.

Telaah ilmiah yang dipaparkan dari Artikel Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian volume 31 nomor 2 tahun 2009 menjelaskan bahwa domba garut jantan dewasa rata-rata berbobot 57,7 kg dan betina dewasa berbobot 36,9 kg. Warna bulunya dominan berkombinasi hitam putih. Domba garut memiliki kemungkinan jumlah anak per kelahiran sebesar rata-rata sebesar 1,9 ekor dengan bobot 4,7 kg, survival rate 78,5% dan bobot sapih 17,1 kg. Demi mempertahankan jumlah anak yang dapat bertahan hidup, maka aspek tingkah laku beranak haruslah diperhatikan. Terdapat 3 tahap Aspek tingkah laku beranak yaitu pada saat sebelum beranak, pada saat beranak dan paska beranak. Aspek tingkah laku ini sangatlah berhubungan. Tingkah laku yang sering terjadi pada domba yang akan beranak ini terjadinya peningkatan keinginan untuk beristirahat, memisahkan diri dari kelompok dan vokalisasi. Ciri lain dari induk yang akan beranak biasanya berjalan berkeliling membentuk lingkaran kecil, mengais, telinga rumpung durinasi, nyengir dan menjilati diri. Baca Juga: IGrow.asia Platform Investasi Pertanian Digital Terpercaya

Rata-rata induk berdiri 8,2 kali, berbaring 7,6  kali, berjalan keliling 10,3 kali, vokalisasi 39 kali, urinasi 1,9 kali, nyengir 22,9 kali dan mengais 15 kali setiap 30 menit sebelum beranak. Memasuki 1 hari sebelum beranak biasanya terjadi sebanyak 25% pada pukul 06.00 - 12.00, 21,8% pada pukul 12.00 - 18.00, 28,2% pada pukul 18.00 - 24.00 dan 25% pada pukul 24.00 - 06.00. Posisi saat beranak rata-rata 37,5% melakukannya dengan berdiri dan 62,5% dengan berbaring. Kemudian domba akan melahirkan kapanpun pun sesuai saat dorongan persalinan. Lama waktu yang dibutuhkan pada saat kelahiran anak pertama ialah 16,6 menit, dilanjutkan anak kedua 7,4 menit dan anak ketiga 2 menit. Setelah anak domba lahir, induk biasanya menjilatinya selama 16,4 detik. Kemudian anak domba dapat berdiri setelah 23,2 menit dan akan menyusu setelah 48,6 menit. Bobot anak rata-rata sama yakni jika kelahrian tunggal seberat 2,8 kg, jika kembar seberat 2,5 kg, jika kembar tiga seberat 2,6 kg dan kembar empat seberat 1,6 kg tiap ekornya. Rentetan tingkah laku ini sangatlah perlu diperhatikan oleh peternak demi mempersiapkan kelahiran yang normal dan menjaga keselamatan anak yang dilahirkan. Telaah ini diharapkan memberikan informasi pada para peternak dalam upaya meningkatkan produktivitas domba.
SEKIRANYA TULISAN INI BERMANFAAT, MOHON SEBARKAN MENGGUNAKAN TOMBOL DIBAWAH INI
Previous Post
Next Post

Tafshare.com merupakan blog yang dijadikan sebagai media berbagi pengalaman, metode dan opini seputar pertanian, perikanan, peternakan dan cabang-cabangnya berdasarkan sumber yang kredibel atau pengalaman yang telah di lalui demi turut serta menguatkan ketahanan pangan Indonesia melalui edukasi dari laman digital.

0 komentar: